RESUMAN JURNAL



Nama : Murtika Sari Siregar
Kelas : PAI-C
NIM : 13110104
PONDOK PESANTREN SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN
Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di negara ini, diakui ataupun tidak pesantren  telah mendokumentasikan berbagai peristiwa sejarah bangsa Indonesia. Sejak awal penyebaran agama Islam di Indonesia, pesantren merupakan saksi utama dan ikut andil sebagai sarana Islamisasi. Perkembangan dan kemajuan masyarakat Islam Nusantara, tidak mungkin terpisahkan dari peranan pesantren. Pesantren dengan bermacam historisnya telah dianggap sebagai lembaga pendidikan yang mengakar kuat dari budaya asli bangsa Indonesia.
Kehadiran pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam, kini semakin diminati oleh banyak kalangan, termasuk masyarakat kelas menengah atas. Hal ini membuktikan lembaga ini mampu memberikan solusi terhadap kebutuhan pendidikan anak-anak mereka. Tetapi banyak kalangan yang beranggapan bahwa pesantren adalah pendidikan yang kuno, anti akan perubahan, atau hanya sebatas tempat rehabilitas anak-anak nakal. Tetapi hal itu merupakan suatu tantangan bagi pesantren dalam era Modern.
Pendidikan Pesantren memang menyimpan karakter yang cukup khas, tidak hanya dalam sistemnya, tetapi juga dalam perannya. Tujuan Utama Pendidikan Nasional menitik beratkan pada peningkatan ketaqwaan kepada Tuhan YME, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan Islam baik secara sosiologis maupun filosofis. Namun tujuan utama dari pendidikan nasional itu masih terbentur tembok besar bernama fakta dan realita yang menunjukkan kualitas lulusan lembaga pendidikan masih belum mencapai tujuan utama dari Pendidikan Nasional.
Kata pondok berasal dari kata Funduq yang berarti hotel atau asrama. Sedangkan dalam bahasa Indonesia mempunyai banyak arti, di antaranya adalah madrasah tempat belajar agama Islam. Sekarang lebih dikenal dengan nama pondok pesantren. Pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri. Kata santri berasal dari kata Cantrik (bahasa Sansekerta, atau mungkin jawa) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan TamanSiswa dalam sistem asrama yang disebut Pawiyatan. Istilah santri juga ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C. C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agamaHindu.
Pesantren pada mulanya didirikan sebagai lembaga dakwah namun pada tahap selanjutnya menjadi lembaga pendidikan karena berdakwah melalui pendidikan dirasa cukup efisien dalam pesantren ada lima unsur yang tidak bisa dipisahkan dengan pesantren yaitu : adanya Kiai, ada pondok, ada masjid, ada santri dan ada pengajaran kitab kuning. Lima elemen ini adalah elemen-elemen yang tidak bisa dipisahkan dari pesantren dan ini menjadi ciri khas pendidikan pesantren.
Ø  Metode Pembelajaran Dan Permasalahanya.
1.      Metode Tradional
Sebagai lembaga pendidikan, Pondok Pesantren walaupun banyak kalangan menyatakan sebagai lembaga pendidikan tradisional mempunyai sistem pengajaran tersendiri, dan itu menjadi ciri khas sistem pengajaran dari sistem-sistem pengajaran yang dilakukan di lembaga pendidikan formal. Metode-metode tersebut diantara lain adalah:
A. Sorogan
Sorogan, berasal dari kata sorog (bahasa Jawa), yang berarti menyodorkan,sebab setiap santri menyodorkan kitabnya di hadapan kyai atau pembantunya  asisten kyai pertanyaan atau sanggahan yang dikemukakan. Hal lain yang dinilai adalah pemahaman terhadap teks bacaan, juga ketepatan peserta dalam membaca dan menyimpulkan isi teks yang menjadi persoalan atau teks yang menjadi rujukan.
B. Bandongan
Bandongan atau juga disebut wetonan, istilah weton ini berasal dari kata wektu (bhs. Jawa) yang berarti waktu, sebab pengajian tersebut diberikan pada waktu-waktu tertentu, yaitu sebelum dan atau sesudah melakukan shalat fardlu.Metode weton ini merupakan metode kuliah, dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kyai yang menerangkan pelajaran secara kuliah,santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan padanya.Istilah weton ini, di Jawa Barat disebut dengan bandungan, merupakan adalah cara penyampaian kitab kuning di mana seorang guru, kiai, atau ustadz membacakan dan menjelaskan isi kitab kuning sementara santri mendengarkan, memberi makna, dan menerima. Dalam metode ini, guru berperan aktif sementara murid bersifat pasif. Metode bandongan atau wetonan dapat bermanfaat ketika jumlah murid cukup besar dan waktu yang tersedia relatif sedikit, sementara materi yang harusdisampaikan cukup banyak.
C. Halaqoh
Sistem ini merupakan kelompok kelas dari sistem bandongan. Halaqah yang arti bahasanya lingkaran murid. Sekelompok siswa yang belajar di bawah bimbingan seorang guru belajar bersama dalam satu tempat dan membentuk lingkaran. Halaqah ini juga merupakan diskusi untuk memahami isi kitab, bukan untuk mempertanyakan kemungkinan benar salahnya apa-apa yang diajarkan oleh kitab, tetapi untuk memahamiapa maksud yang diajarkan oleh kitab.
D. Hafalan
Metode hafalan yang diterapkan di pesantren-pesantren, umumnya dipakai untuk menghafal kitab-kitab tertentu atau juga sering dipakai untuk menghafal al-Qur`an, baik surat-surat pendek maupun secara keseluruhan. Biasanya santri diberi tugas untuk menghafal beberapa bait dari salah satu kitab, dan setelah beberapa hari baru dibacakan di depan kyai atau ustadnya. Hafalan adalah sebuah metode pembelajaran yang mengharuskan murid mampu menghafal naskah atau syair-syair dengan tanpa melihat teks yang disaksiskan oleh guru. Metode ini cukup relevan untuk diberikan kepada murid-murid usia anak-anak,tingkat dasar, dan tingkat menengah.




2.          Metode Modern
Namun ada beberapa pondok pesantren yang tidak lagi menggunakan metode metode klasik dalam pembelajarannya di kelas, layaknya sekolah moden saat ini yang mengggunakan metode modern seperti:
A.    Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah metode yang menggunakan peraga dalam pembelajaranya untuk memahamkan peserta didik.
B.     Kerja Kelompok
Metode ini dilakukan bila ustad merasa perlu membagi-bagi peserta didik dalam kelompok untuk menyelesaikan masalah dan dikerjakan secara bersama-sama dalam kelompoknya.
C.    Problem Solving
Metode ini suatu metode pembelajaran yang mengedepankan peserta didik untuk mencari dan menyelesaikan permasalahan suatu permasalahan tertentu. Metodeini bukan hanya metode pembelajaran saja namun juga metode berfikir.
Walaupun demikian pesantren sampai sekarang masih banyak yang mempertahankan metode klasik tersebut, dan itu menjadi lambang supremasi serta ciri khas metode pengajaran di Pondok Pesantren.Selain metode-metode diatas masih banyak lagi metode pembelajaran yang digunakan dalam pesantren.
Apabila kita melihat pada undang-undang tentang sistem pendidikan dijelaskan bahwa tujuan dari pendidikan ialah meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang (Pasal 31 ayat 3) Dalam pasal ini dijelaskan bahwa tujuan dari pendidikan di Indonesia adalah bertujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia pada pelajar pada realitanya seperti jauh api dari panggang.
Sistem pengajaran yang diberikan sekolah terhadap siswanya sebagian besar ialah hanya berorientasi kepada kecerdasan intelektual semata (intelegensia) sedangkan penanaman nilai-nilai karakter (character education) pada diri sisawa sangat kurang sekali. Peserta didik dituntut hanya cerdas intelektual dengan mampu mengerjakan soal-soal ujian dan mempunyai keterampilan dan bakat tetapi pada satu sisi seperti pendidikan moral dan perilaku adab sopan santun dan berperilaku jujur sangat sedikit sekali ditanamkan, para pendidik merasa cukup dengan mengajarkan keterampilan dan pengetahuan dan menganggap adab, sopan santun perilaku itu akan muncul dengan sendirinya setelah memiliki pengetahuan yang cukup, padahal kita tahu bersama bahwa karakter sangat banyak ditentukan oleh lembaga pendidikan dan lingkungan.
Sebagai lembaga pendidikan, pesantren tidak hanya mendidik para santri ilmu agama, melainkan juga membekalinya dengan akhlak yang menjadi karakter khas dari seorang santri. Karena itu, tidak berlebihan ketika pesantren dikatakan sebagai sumber pendidikan karakter untuk menjawab persoalan bangsa. Kasus yang banyak terjadi pada siswa ialah karena kurangnya pendidikan karakter pada diri siswa.
Dalam institusi pesantren ketika ada seorang santri yang pertama masuk bukan langsung didik denagn ilmu-limu pengetahuan seperti ilmu nahwu, sorof, balaghoh, mantiq dan bayan tetapi para santri terlebih dahulu diajari adab sopan santun dan ketakdziman terhadap sang kiai, oleh karena itu biasanya kitab yang pertama kali adalah kitab ta’lim almuta’alim dalam kitab tersebut memuat tentang adab seroang santri ketika belajar, oleh karena itu walaupun mungkin ada tapi sangat sedikit sekali santri yang tawuran dangan santri lainya, santri yang membunuh gurunya atau santri yang terlibat dengan skandal sex bebas dan narkoba, dalam pandangan penulis keberhasilan penanaman karakter tersebut bukan saja disebabakan oleh didikan agama saja tetapi juga oleh pendidikan moral dalam pesantren.
Sang Kiai lebih banyak memberikan pembelajaran riyadah berupa nasihat dan contoh nyata dalam keseharian. Namun, apabila dirasakan perlu, kiai akan memberikan wejangan dan nasihat pada hari, waktu, dan tempat tertentu. Setiap santri diberi wejangan mengenai hal kejujuran setiap bakda Sholat Subuh, meskipun tidak rutin atau disisipkan ketika pelajaran mengenai aqidah dan akhlak. Kejujuran terlihat dengan kondisi lingkungan di mana hampir jarang ruangan dikunci walau di dalamnya banyak berisi benda berharga. Bahkan, HP kiai dan ustad sering tergeletak di mana saja dan ternyata aman tanpa adanya kehilangan. Kejujuran juga diajarkan kepada santri dalam hal belajar. Misalnya, kiai memerintahkan setiap selesai Sholat Maghrib dan Subuh harus tadarus. Para santri dengan sendirinya melaksanakan tadarus tersebut tanpa ada kontrol yang ketat.
Ø  Pengembangan Manajemen Bagi Pondok Pesantren (Ponpes).
menurut Handoko (1999: 6-7) urgensi pengembangan manajemen bagi sebuah organisasi termasuk di sini untuk ponpes yakni :
  1. Untuk mempermudah organisasi (ponpes) mencapai tujuan yang diharapkan.
  2. Untuk menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan, sasaran-sasaran dan kegiatan-kegiatan yang saling bertentangan dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam organisasi seperti pemilik dan tenaga pendidik/kependidikan, peserta didik, orang tua, masyarakat, pemerintah dan yang lainnya.
  3. Untuk mencapai efisiensi dan efektifitas kerja organisasi dalam rangka meraih tujuan yang ada.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengembangan manajemen sangat urgen bagi ponpes dalam menghadapi globalisasi. Eksistensi manajemen sangat dibutuhkan ponpes itu sendiri. Karena tanpa manajemen, semua usaha akan menjadi sia-sia, tidak terarah dan pencapaian tujuan ponpes yang ada akan lebih sulit dan tidak optimal.
Pesantren harus tetap menjaga potensinya sebagai lembaga pendidikan”. Untuk itu ponpes tidak boleh tergilas dengan zaman dan kemudian musnah. Ponpes dalam eksistensinya tidak boleh menutup (mengisolasi) diri dari perubahan dan perkembangan zaman, tetapi ponpes tetap harus berani menunjukkan eksistensi diri sebagai lembaga pendidikan Islam yang tetap memiliki kekhasannya. Dalam filosofi orang jawa dikatakan, “bakal teko jaman perubahan lan kemajuan, siro keno ngeli ning ojo keli”. Akan datang jaman perubahan dan kemajuan, manusia boleh mengikuti arus perubahan akan tetapi jangan terhanyut dalam arus tersebut. Untuk itu manajemen sangat dibutuhkan ponpes jika ingin tetap eksis dan terus ikut memberi kontribusi positif serta turut mewarnai peradaban dunia di era globalisasi.
Untuk itu manajemen sesungguhnya bukan hanya merupakan ilmu atau seni, tetapi kombinasi dari keduanya. Kombinasi ini tidak dalam proporsi yang tetap tetapi dalam proporsi yang bermacam-macam dan terus mengalami pengembangan.Akibat pengembangan manajemen ini maka akan kita temui bidang-bidang manajemen yang meliputi :
  1. Manajemen sumber daya manusia
  2. Manajemen keuangan
  3. Manajemen produksi
  4. Manajemen pemasaran
  5. Manajemen perkantoran
  6. Manajemen risiko
  7. Manajemen mutu
  8. Manajemen konflik
  9. Manajemen perubahan
  10. Manajemen strategi
Bidang-bidang manajemen tersebut tentu dalam implementasinya bisa diterapkan dan dikembangkan dalam pondok pesantren (ponpes) sebagai lembaga pendidikan nonformal yang ada. Para pengasuh/pengelola ponpes akan lebih baik jika dalam menjalankan roda organisasi mampu mengelola bidang-bidang tersebut.
Untuk itu ponpes tidak boleh tergilas dengan zaman dan kemudian musnah. Ponpes dalam eksistensinya tidak boleh menutup (mengisolasi) diri dari perubahan dan perkembangan zaman, tetapi ponpes tetap harus berani menunjukkan eksistensi diri sebagai lembaga pendidikan Islam yang tetap memiliki kekhasannya.





Daftar Pustaka
Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim Vol. 10 No.2-2012
Jurnal el-Hikmah Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang
Jurnal Guston Fakultas Tarbiyah & Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya

Komentar